Jakarta -
Otak manusia hampir tidak pernah berhenti bekerja. Dari bangun tidur sampai malam hari, manusia disuguhi informasi tanpa henti, dari mulai berita, email,hingga media sosial. Kebiasaan melakukan scroll layar ponsel tanpa henti ternyata bisa membuat stres. Padahal otak sebenarnya perlu beristirahat.
Dikutip dari laman Science Alert, menurut dosen senior di University of Lancashire, Anya Kenyon, dengan tidak berfokus pada apapun dan membiarkan pikiran melayang, hal ini bisa mengurangi stres dan meningkatkan ketajaman kognitif.
Masalahnya, memberi otak "ruang kosong" tidak mudah, di tengah banyaknya godaan notifikasi media sosial dan hiburan yang bisa didapat dengan mudah. Di sinilah Attention Restoration Theory (ART) hadir. Diperkenalkan pada tahun 1989 oleh dua psikolog, Rachel dan Stephen Kaplan, mereka mengatakan, menghabiskan waktu di alam bisa mengembalikan kemampuan fokus manusia. Mereka membagi perhatian manusia menjadi dua jenis
1. Perhatian Terarah (Directed Attention)
Perhatian terarah mengacu pada konsentrasi yang disengaja, seperti belajar, menjelajahi tempat yang ramai, atau mengunggah postingan di media sosial. Pada dasarnya perhatian terarah adalah aktivitas apapun di mana perhatian otak diarahkan ke tugas tertentu.
2. Perhatian Tak Terarah (Undirected Attention)
Perhatian tak terarah mengalir begitu saja tanpa kita memaksanya. Misalnya, mendengar kicauan burung, melihat dedaunan tertiup angin atau memandangi langit senja. Dalam kondisi ini, otak rileks namun tetap aktif secara alami.
Jika manusia jarang memberi waktu untuk perhatian tak terarah untuk otak, maka akan muncul attentional fatigue atau kelelahan perhatian. Hal tersebut dapat membuat kesulitan fokus dan mudah terdistraksi.
Aktivitas Membosankan tapi Baik untuk Otak
Dulu, mungkin banyak orang yang menghadapi situasi membosankan seperti menunggu bus atau mengantre di supermarket. Tapi, saat-saat membosankan ini ternyata memberikan kesempatan pada pikiran untuk beristirahat.
Sekarang, smartphone memberi kesempatan manusia untuk terus menikmati hiburan. Hal ini membuat otak jarang mempunyai ruang untuk pulih.
Sehingga, Attention Restoration Theory menunjukkan betapa pentingnya menciptakan ruang untuk momen yang memungkinkan otak untuk melakukan "reset".
Alam sebagai Tempat Pemulihan
Banyak studi telah mendukung teori Kaplan bahwa waktu di alam bisa memulihkan perhatian dan kesejahteraan. Satu tinjauan sistematis dari 42 studi menemukan hubungan antara paparan lingkungan alami dan peningkatan dalam beberapa aspek kinerja kognitif, termasuk perhatian.
Semenara, sebuah uji coba terkontrol acak yang menggunakan neuroimaging otak menemukan tanda-tanda tingkat stres yang lebih rendah pada orang dewasa yang berjalan kaki selama 40 menit di alam, dibandingkan dengan peserta yang berjalan kaki di lingkungan perkotaan. Para penulis menyimpulkan bahwa jalan-jalan di alam memfasilitasi pemulihan perhatian.
Penelitian bahkan menunjukkan bahwa sepuluh menit perhatian tak terarah saja bisa menghasilkan peningkatan kinerja yang terukur pada tes kognitif, serta pengurangan kelelahan atensi. Bahkan hanya berjalan di atas treadmil sambil melihat pemandangan alam bisa menghasilkan efek kognitif ini.
Cara Melakukannya
Pertama, temukan ruang hijau terdekat, entah itu taman lokal, sungai, atau jalur pendakian di hutan. Kedua, pastikan menyingkirkan ponsel atau benda lainnya yang mengganggu.
Tak hanya itu, misalnya saat menghadap saat-saat membosankan, alih-alih memainkan ponsel, coba manfaatkan waktu tersebut tanpa memikirkan apapun secara spesifik.
Menurut Kenyon, entah dengan mengamati kumbang yang merayap di meja atau menjelajahi alam yang luas, biarkan perhatian teralihkan. Ini bukanlah kemalasan, tapi merupakan pemeliharaan neurologis.