TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fenomena blind buy atau membeli parfum tanpa pernah mencium aromanya terlebih dahulu semakin marak yang ditandai meningkatnya transaksi belanja daring.
Praktis, iya, tapi tak jarang berakhir mengecewakan—aroma yang dibayangkan tak sesuai harapan, dan produk pun akhirnya tak terpakai.
Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri, terutama untuk produk seperti parfum yang sangat bergantung pada pengalaman sensorik.
Aroma, sebagaimana rasa, adalah hal yang subjektif dan personal.
Seseorang bisa menyukai aroma segar citrus, sementara orang lain lebih cocok dengan wangi kayu hangat. Hal ini tak bisa disampaikan secara utuh hanya lewat deskripsi teks.
“Kadang kita baru sadar wangi itu cocok atau tidak setelah beberapa kali mencoba,” ujar Kenny Koesomo, penggagas konsep ritel interaktif di Jakarta, dalam keterangannya, Rabu (18/6/2025).
Menjawab tantangan tersebut, kini mulai hadir ruang eksplorasi parfum fisik yang memungkinkan konsumen mencoba langsung berbagai aroma dari brand-brand lokal Indonesia.
Salah satunya berupa area tematik seperti perpustakaan parfum di Lippo Nusantara yang menghadirkan lebih dari seribu varian aroma dari berbagai label lokal sebelumnya hanya tersedia secara online.
Tak sekadar mencium, pengunjung juga bisa membaca narasi di balik aroma, memahami bahan baku, hingga berdiskusi langsung dengan kurator aroma di lokasi.
“Blind buy seringkali jadi gambling. Lewat pendekatan ini, kami ingin ubah cara orang memilih parfum—lebih sadar, lebih personal,” lanjut founder Tomorrow World.
Belanja Tak Lagi Sekadar Transaksi
Pendekatan berbasis indera ini memperkaya pengalaman berbelanja yang semula bersifat cepat dan impulsif.
Kini, pengunjung bisa mencicipi sensasi produk secara langsung, dari aroma hingga tekstur, sebelum memutuskan membeli.
Selain parfum, ruang fisik yang sama juga menghadirkan zona interaktif lainnya—mulai dari produk fashion, kosmetik, hingga koleksi kreatif lainnya yang bisa dicoba langsung.
Tujuannya satu: menjadikan aktivitas belanja sebagai pengalaman penuh interaksi, bukan sekadar urusan jual beli.
Upaya ini juga membuka peluang bagi brand daring (online-based) untuk membangun koneksi yang lebih nyata dengan konsumen, sekaligus mengurangi risiko pembelian tidak cocok yang berujung pada retur atau produk terbengkalai.
Keberadaan ruang eksplorasi parfum seperti ini menandai perubahan dalam lanskap ritel modern.
Di tengah gelombang digitalisasi, masyarakat urban ternyata masih mendambakan pengalaman yang melibatkan sentuhan, penciuman, dan interaksi langsung.
"Kota Jakarta menjadi salah satu pionir dalam menghadirkan pendekatan semacam ini di Asia, melalui hadirnya perpustakaan parfum pertama," katanya.
Jadi tidak hanya menjadi solusi atas fenomena blind buy, ruang ini juga mendorong edukasi aroma dan memperkenalkan keberagaman karya wewangian dari label lokal Indonesia.
Contact to : xlf550402@gmail.com
Copyright © boyuanhulian 2020 - 2023. All Right Reserved.